Richard Teng, CEO Binance, baru-baru ini menanggapi tuduhan bahwa platform pertukaran kripto terbesar di dunia tersebut telah membekukan dompet kripto yang terkait dengan Palestina atas permintaan otoritas Israel. Kontroversi ini berawal dari pernyataan Ray Youssef, pendiri platform perdagangan Bitcoin peer-to-peer NoOnes, yang mengklaim bahwa Binance terlibat dalam tindakan tersebut.
Klarifikasi dari Richard Teng
Pada 26 Agustus 2024, Ray Youssef memposting di platform media sosial X, menuduh Binance mengikuti perintah untuk membekukan akun-akun yang terhubung dengan pengguna Palestina. Menanggapi tuduhan tersebut, Richard Teng membantah klaim itu dalam sebuah postingan di X pada 28 Agustus 2024, dengan menyebutnya sebagai “FUD” (fear, uncertainty, and doubt). Teng menjelaskan bahwa hanya sejumlah kecil akun yang diblokir dan semuanya terkait dengan dana ilegal.
“Kami mengharapkan perdamaian yang abadi di seluruh wilayah,” ujar Teng dalam pernyataannya, menekankan bahwa Binance mematuhi regulasi anti-pencucian uang yang diakui secara internasional, sama seperti lembaga keuangan lainnya.
Balasan dari Ray Youssef
Ray Youssef membalas pernyataan Teng, mengecamnya sebagai upaya untuk mengecilkan masalah. “Pernyataan ini hanya menambah buruk situasi dan tidak akan berhasil,” kata Youssef. Dia menuduh Binance menyerah pada tekanan dari otoritas, mengklaim bahwa Israel memiliki pengaruh besar atas struktur keuangan dan media global.
Bukti Tuduhan
Dalam postingan aslinya, Youssef menyertakan surat dalam bahasa Ibrani dari Paul Landes, kepala Biro Nasional Israel untuk Pemberantasan Pendanaan Teror. Surat tersebut menolak banding terhadap perintah penyitaan dari 1 November 2023, dan menyebutkan bahwa dana ditransfer dari Dubai Exchange Company di Gaza ke berbagai dompet kripto. Surat ini juga menyebutkan bahwa dana yang disita terkait dengan organisasi yang dinyatakan sebagai teroris oleh Menteri Pertahanan Israel pada 2022.
Kontroversi Seputar Penggunaan Kripto oleh Teroris
Penggunaan cryptocurrency untuk membiayai operasi teroris sering kali menjadi sorotan, meskipun sulit untuk menentukan pemilik atau dompet tertentu. Pemerintah Singapura pada Juli lalu mencatat peningkatan penggunaan cryptocurrency dalam pembiayaan teror, meski uang tunai dan sistem transfer nilai informal masih menjadi metode utama transaksi keuangan.
Menurut laporan Reuters, Israel telah menyita 190 akun Binance yang diklaim terkait dengan teroris sejak 2021. Laporan ini menyebutkan bahwa lebih banyak akun yang terkait dengan Hamas dibekukan pada 10 Oktober 2023 atas permintaan polisi Israel. Selanjutnya, pada akhir bulan tersebut, AS mengeluarkan daftar sanksi yang mencakup bisnis yang menyediakan layanan transfer uang dan pertukaran aset digital di Gaza, untuk menekan Hamas, yang terdaftar sebagai organisasi teroris di AS, Inggris, dan wilayah lainnya.
Dengan klarifikasi dari CEO Binance dan tanggapan yang diberikan oleh Ray Youssef, situasi ini menyoroti tantangan dalam menyeimbangkan kepatuhan terhadap regulasi internasional dengan hak privasi pengguna di tengah ketegangan politik global.